Bila itu kucing, apakah Anda masih mau memakannya? (Gambar dari FreakingNews.com)
Mengapa ayam seringkali disebut ‘makanan kegemaran’, sementara kucing disebut ‘hewan kesayangan’? Apakah karena anggapan bahwa seekor kucing lebih cerdas dari ayam? Apakah karena kucing dianggap lebih memiliki ‘perasaan’ daripada seekor ayam?
Sebuah Paradoks
Cobalah untuk bertanya kepada seorang penyayang ayam yang memelihara ayamnya dengan tulus, bukan untuk dijadikan ayam aduan ataupun makanan. Mereka akan memberitahu Anda bahwa ayam adalah makhluk yang cerdas dan ‘berperasaan’, yang juga bisa belajar, dan menghargai kasih sayang, baik itu dari manusia ataupun dari ayam lainnya. Penyayang ayam tidak akan tega membunuh ayamnya, dan mereka akan sedih ketika kehilangan ayam tersebut, sama seperti seorang penyayang kucing sedih kehilangan kucingnya.
Sebaliknya bila Anda mengunjungi beberapa kota di Sulawesi, Anda dapat menemui beberapa kota dan desa di mana penduduknya terbiasa menjadikan kucing sebagai makanan. Bagi mereka kucing sama bodoh dan tidak berperasaannya dengan seekor ayam.
Penilaian kita atas kecerdasan dan ‘perasaan’ makhluk lain diukur dari seberapa dekat hubungan fisik dan emosional kita dengan makhluk itu, baik itu manusia, hewan, bahkan tanaman. Bukankah kita jauh lebih sedih melihat keluarga kita yang mengalami musibah atau meninggal dunia, dibanding ketika kita melihat musibah yang menimpa orang yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kita?
Ketika kita mengutuk kekejaman terhadap kucing atau anjing, kemudian bergembira ria menikmati bakso sapi dan ayam goreng—yang merupakan bangkai dari hewan-hewan yang sebelumnya hidup berbulan-bulan dalam penderitaan tanpa kebebasan, dan dipaksa mengakhiri hidupnya dalam kegelisahan dan ketakutan. Menurut Anda, sebutan apakah yang pantas untuk itu? Diskriminatif? Munafik?
Bagaimana bila seandainya hewan yang dikurung berbulan-bulan sejak hari kelahirannya, kemudian dipaksa mengakhiri hidupnya dalam ketakutan itu adalah kucing, anjing, burung, atau jenis hewan apapun yang kita sayangi? Menurut Anda apakah hal itu etis? Ataukah termasuk kejam? Kekejaman adalah kekejaman. Tidak peduli apakah itu dilakukan pada manusia ataupun hewan jenis apapun.
Makhluk Yang Berbudi
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang tertinggi, Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha Adil, Maha Pemelihara, Maha Pemberi… Adalah kewajiban kita sebagai ciptaan Tuhan yang tertinggi di muka Bumi ini untuk mengenali sifat-sifat Ilahi dalam diri kita dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Memperluas cinta kita kepada saudara-saudara manusia kita yang lain, para hewan, dan planet Bumi.
Sebagai makhluk yang berbudi, manusia sudah dibekali dengan apa yang disebut hati nurani. Dan hati nurani kita tahu bahwa kekejaman bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Kebanyakan orang yang menikmati daging hewan memiliki hati nurani yang tidak mengijinkan mereka untuk membunuh hewan-hewan itu dengan tangan mereka sendiri. Karena itulah kita membayar orang lain untuk melakukan praktek-praktek yang kejam tadi. Memutus tali realitas yang sesungguhnya, menutup mata dari proses tragis yang terjadi di belakang layar, hanya demi menghasilkan sepotong daging, telur, ataupun susu.
Hidup berdampingan dalam damai dan cinta kasih adalah satu-satunya cara bagi umat manusia untuk hidup dalam keamanan dan kebahagiaan yang kekal dan abadi. Membawa surga ke dunia ini, bukan menciptakan neraka dan penderitaan. Mari renungkan sejenak, dengarkan suara hati nurani Anda. Biarkanlah hati nurani Anda yang menuntun pilihan bijak yang akan Anda buat sejak hari ini, dan seterusnya.
Bukti-bukti sudah menunjukkan bahwa produk hewani merugikan kesehatan kita, menghancurkan sumber-sumber alam yang berharga, menyebabkan satu dari enam manusia di planet ini mengalami kelaparan, merupakan penyebab utama global warming, dan lain-lain. Sudah tidak ada lagi alasan fundamental yang mengharuskan manusia makan daging. Dunia medis modern juga sudah membuktikan dengan jelas bahwa konsumsi daging merupakan penyebab penyakit-penyakit yang mematikan.
Kini pilihannya Anda di tangan kita semua. Haruskah kita meneruskan kebiasaan lama yang tidak bersahabat dengan diri kita dan planet Bumi rumah kita satu-satunya ini? Ataukah kita akan mengambil pilihan yang bijaksana untuk melakukan perubahan yang konstruktif, untuk melindungi diri kita, saudara-saudara kita, dan masa depan anak cucu kita kelak.